BERSAHAJA DALAM BERKAWAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah: Tafsir Hadist Tarbawi
Dosen Pengampu: Munawir,S.Th.I,M.S.I
Oleh:
Charisma Nur Rohmi 092332007
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2010
A. Pendahuluan
Teman merupakan salah satu faktor yang berperan dalam proses pendidikan kita di sekolah dan masyarakat. Karena teman adalah tempat berinteraksi dan tempat membaur selain di keluarga yang mempunyai peran dominan dalam perkembangan sifat, perilaku dan kepribadian. Itulah pentingnya teman, sehingga teman yang baik akan menularkan kita kepribadian yang baik begitu juga sebaliknya. Maka dari itu, memilih teman sangat penting agar kita tidak terpengaruh pada kejelekan.
B. Pentingkah Memilih Teman
1. Musuh Jadi Teman
Q.S Al Mumtahanah: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), Karena rasa kasih sayang; padahal Sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu Karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, Karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, Maka Sesungguhnya dia Telah tersesat dari jalan yang lurus.”Sebab turunnya ayat ini adalah kisah Hathib bin Abi Baha’ah yang dianggap sebagai orang munafik karena ia membuka rahasia Rasul kepada musuh Rasul.Sehingga dalam ayat ini Allah melarang orang yang beriman itu berkawan, meminta pendapat atau nasehat kepada musuh Allah. Namun, pada ayat selanjutnya (ayat 7-9), membuka harapan bahwa mungkin Allah akan mengubah keadaan orang-orang yang semula menjadi musuh akan menjadi kawan setelah masuk Islam serta beriman. Allah tidak melarang hambaNya berperilaku baik terhadap orang-orang yang tidak memeranginya dan agamanya. Seorang yang dianggap musuh tidak boleh dijadikan teman setia. Larangan ini boleh jadi suatu sikap andai suatu saat nanti berbalik menyerang/memusuhi. Musuh yang dimaksud disini hanya orang yang memerangi Allah dan agamanya. Namun, tidak dilarang berbuat baik kepada orang selain itu. agar kita bisa mengajak kepada kebenaran.
2. Teman yang Buruk
Hadits perumpaan teman yang shalih dan buruk yang artinya
“Perumpamaan teman yang shalih dan teman yang buruk ialah seperti pembawa minyak wangi dan pandai besi. Pembawa minyak wangi mungkin akan memberi minyak kepadamu, kamu membeli darinya, atau kamu mencium baunya yang harum. Sedangkan pandai besi mungkin akan membakar pakaianmu atau kamu mencium bau yang tidak sedap.”(HR. Bukhari no. 5214) Lihatlah teman kita apakah semua bebas dari kemaksiatan? Berbagai bentuk maksiat telah menyelimuti kita, tanpa hidayah Nya kita tidak akan bisa lepas. Banyak faktor sehingga teman kita terperangkap kemaksiatan, seperti halnya akibat pergaulan yang salah. Pergaulan dengan teman yang salah mempengaruhi pemikiran kita jauh dari kebenaran.
“Perumpamaan teman yang shalih dan teman yang buruk ialah seperti pembawa minyak wangi dan pandai besi. Pembawa minyak wangi mungkin akan memberi minyak kepadamu, kamu membeli darinya, atau kamu mencium baunya yang harum. Sedangkan pandai besi mungkin akan membakar pakaianmu atau kamu mencium bau yang tidak sedap.”(HR. Bukhari no. 5214) Lihatlah teman kita apakah semua bebas dari kemaksiatan? Berbagai bentuk maksiat telah menyelimuti kita, tanpa hidayah Nya kita tidak akan bisa lepas. Banyak faktor sehingga teman kita terperangkap kemaksiatan, seperti halnya akibat pergaulan yang salah. Pergaulan dengan teman yang salah mempengaruhi pemikiran kita jauh dari kebenaran.
Teman yang shaleh diibaratkan oleh hadits diatas sebagai pembawa minyak wangi dan teman yang buruk diibaratkan pandai besi. Teman yang shaleh bisa menunjukan kebaikan kepada kita serta menganjurkan kita untuk melaksanakannya dan juga bisa menjelaskan kepada kita tentang kejelekan dan mengingatkan kita untuk tidak melakukannya. Teman yang buruk mengajak kepada suatu keburukan dan menghalangi dari kebaikan. Teman itu ada ada tiga macam menurut Syaikh Bakr Abu Zaid, yaitu teman manfaat, teman kenikmatan dan teman kemuliaan. Teman manfaat adalah orang yang hanya berteman selama masih bisa mengambil manfaat darimu. Jika manfaat itu sudah tidak ada, maka ia berbalik menjadi musuhmu.
Teman kenikmatan merupakan orang yang berteman semata-mata agar dia bisa bersenang-senang denganmu untuk ngobrol, santai, dan begadang. Teman jenis ini hanya membuang waktu karena tidak ada manfaat yang diberi dan yang diambil. Teman kemuliaan yaitu teman yang bisa mengajakmu pada keutamaan dan mencegahmu dari perbuatan buruk. Teman jenis ini ibarat “mata uang yang langka” atau sulit didapat dimana dengannya bisa saling mendapat keutamaan. Bukan berarti secara total kita menghindar dari teman yang buruk sifatnya itu, jika bisa dan lebih baik lagi antarkan temanmu kearah kebaikan, yang justru mendapat manfaat jika berteman denganmu. Dua orang lebih teman akan mirip perilaku dengan satunya karena ibarat besi yang bertemu magnet. Kuatnya pengaruh teman jika mendapat teman baik, baiklah kita. Jika mendapat teman buruk, buruk pula kita. Memilih teman menurut Syeh Az-Zarnuji yaitu:
a. Memilih teman yang tekun.
b. Memilih teman yang wira’i.
c. Memilih teman yang berwatak jujur.
d. Memilih teman yang mudah memahami masalah.
e. Menghindari teman yang malas.
f. Menghindari teman yang pengangguran.
g. Menghindari teman yang cerewet.
h. Menghindari teman yang mengacau.
i. Menghindari teman yang gemar memfitnah.
C. Sikap Bersahaja dalam Berkawan
Makna bersahaja itu sendiri adalah sikap atau perilaku seseorang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki disesuaikan dengan kebutuhan. Jadi tidak didasarkan pada keinginan semata.
1. Tidak berlebihan dalam berteman
Jika kaitannya bersahaja dengan teman maka seperti hadits ini.
عن أبي هريرة أراه رفعه قال: (أحبب حبيبك هونا ما، عسى أن يكون بغيضك يوما ما، وأبغض بغيضك هونا ما، عسى أن يكون حبيبك يوما ما) Dari Abu Hurairah berkata,”Cintailah kekasihmu dengan sederhana saja. Boleh jadi kelak akan menjadi musuhmu dan bencilah musuhmu dengan sederhana saja. Boleh jadi suatu saat dia akan menjadi kekasihmu. (HR. Turmudzi no.2065) Disahihkan oleh Imam Al Muhadhis Al Albani. Hadis diatas menjelaskan bahwa dalam berkawan bahkan mencintai secukupnya saja tidak perlu berlebihan dalam sikap, manusia itu tidak selalu konsisten dalam sikapnya. Timbullah penyesalan ketika cinta yang amat sangat berubah menjadi benci atau justru malu ketika tiba-tiba jadi mencintai orang yang dulu sebagai musuh. Hal ini terjadi karena tidak ada jaminan seseorang akan selalu tetap ada disamping kita, kelak akan berpisah juga. Saat sikap yang sederhana dalam cinta dan benci, jika perpisahan itu terjadi penyesalan yang timbul tidak akan sangat kehilangan.
عن أبي هريرة أراه رفعه قال: (أحبب حبيبك هونا ما، عسى أن يكون بغيضك يوما ما، وأبغض بغيضك هونا ما، عسى أن يكون حبيبك يوما ما) Dari Abu Hurairah berkata,”Cintailah kekasihmu dengan sederhana saja. Boleh jadi kelak akan menjadi musuhmu dan bencilah musuhmu dengan sederhana saja. Boleh jadi suatu saat dia akan menjadi kekasihmu. (HR. Turmudzi no.2065) Disahihkan oleh Imam Al Muhadhis Al Albani. Hadis diatas menjelaskan bahwa dalam berkawan bahkan mencintai secukupnya saja tidak perlu berlebihan dalam sikap, manusia itu tidak selalu konsisten dalam sikapnya. Timbullah penyesalan ketika cinta yang amat sangat berubah menjadi benci atau justru malu ketika tiba-tiba jadi mencintai orang yang dulu sebagai musuh. Hal ini terjadi karena tidak ada jaminan seseorang akan selalu tetap ada disamping kita, kelak akan berpisah juga. Saat sikap yang sederhana dalam cinta dan benci, jika perpisahan itu terjadi penyesalan yang timbul tidak akan sangat kehilangan.
2. Jangan sombong Q.S Luqman: 18
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” Kata (مخثل) mukhtal diambil dari kata yang sama dengan خيال karenanya kata ini pada mulanya berarti orang yang tingkah lakunya diarahkan oleh khayalan, bukan oleh kenyataan yang ada pada dirinya. Bisaanya orang ini berjalan angkuh dan merasa dirinya memiliki kelebihan dibanding orang lain. Kuda dinamai khail (خيل) karena cara jalannya mengesankan keangkuhan sehingga membanggakan apa yang dimilikinya bahkan tidak jarang membanggakan yang bukan miliknya. Mukhtal dan fakhur sama-sama membanggakan diri. Mukhtal lebih kepada tingkah laku sedang fakhur dominan pada ucapan. Kita dilarang memalingkan muka dari manusia. Memalingkan muka tentu saja karena sombong.
Orang sombong adalah orang yang merasa lebih dan menganggap diri lebih mulia jika dibandingkan dengan orang lain. Orang sombong bisa saja karena pintar, bisa saja karena kaya, bisa karena kuat, bisa karena bagus fisik dan tidak cacat, bisa karena keturunan bangsawan dan sebagainya. Maka bentuk kesombongan itu adalah menghindari diri dari bergaul dengan orang bodoh, orang miskin atau orang yang serba berkekurangan. Bila kita merasa lebih dari orang lain, maka disinilah munculnya dan tumbuhnya perasaan dan sikap sombong. Bila menghindari diri dari orang-orang yang serba kurang baik, niscaya kita akan medapat resiko yang lebih jelek. Satu hal yang tidak boleh dilupakan dan dikhianati adalah dalam proses pendidikan merupakan sarana pergaulan orang bodoh dengan orang pintar yang wajib dilaksanakan. Makanya kehidupan dalam masyarakat yang harmonis adalah dengan membangun kerukunan sesama warga. Fungsi-fungsi yang wajib dijalankan adalah yang kaya menyantuni yang miskin, yang pintar mengajar orang bodoh, yang kuat melindungi yang lemah, yang mampu membantu yang serba berkekurangan. Tidak sebaliknya yakni “ memalingkan muka dari manusia “ atau menzalimi sesama dalam masyarakat.
D. TAFSIR SURAT AL-BAQARAH AYAT : 216
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئاً وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ (البقرة: 216)
"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu me-nyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (Al-Baqarah: 216)
Ayat ini mengandung hukum wajibnya berjihad di jalan Allah setelah sebelumnya kaum muslimin diperintahkan untuk meninggalkannya, karena mereka masih lemah dan tidak mampu. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berhijrah ke Madinah dan jumlah kaum muslimin bertambah banyak dan kuat, Allah memerintahkan mereka untuk berperang, dan Allah mengabarkan bahwasanya peperangan itu sangatlah dibenci oleh jiwa karena mengandung keletihan, kesusahan, menghadapi hal-hal yang menakutkan dan membawa kepada kematian. Tapi sekalipun demikian berjihad itu merupakan kebaikan yang murni, karena memiliki ganjaran yang besar dan menghindarkan dari siksaan yang pedih, pertolongan atas musuh dan kemenangan dengan ghanimah dan sebagainya, yang memang menimbulkan rasa tak suka.
وَعَسَى أَن تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ " Dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu". Hal itu seperti tidak ikut pergi berjihad demi menikmati istirahat, itu adalah suatu keburukan, karena akan mengakibatkan kehinaan, penguasaan musuh terhadap Islam dan pengikutnya, terjadinya kerendahan dan hina dina, hilangnya kesempatan mendapat pahala yang besar dan (sebaliknya) akan memperoleh hukuman.
Ayat ini adalah umum lagi luas, bahwa perbuatan-perbuatan baik yang dibenci oleh jiwa manusia karena ada kesulitan padanya itu adalah baik tanpa diragukan lagi, dan bahwa perbuatan-perbuatan buruk yang disenangi oleh jiwa manusia karena apa yang diperkirakan olehnya bahwa padanya ada keenakan dan kenikmatan ternyata buruk tanpa diragukan lagi.
Perkara dunia tidaklah bersifat umum, akan tetapi kebanyakan orang bahwa apabila ia senang terhadap suatu perkara, lalu Allah memberikan baginya sebab-sebab yang membuatnya berpaling darinya bahwa hal itu adalah suatu yang baik baginya, maka yang paling tepat baginya dalam hal itu adalah ia bersyukur kepada Allah, dan meyakini kebaikan itu ada pada apa yang terjadi, karena ia mengetahui bahwa Allah Ta’ala lebih sayang kepada hambaNya daripada dirinya sendiri, lebih kuasa memberikan kemaslahatan buat hambaNya daripada dirinya sendiri, dan lebih mengetahui kemaslahatannya daripada dirinya sendiri, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ "Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui". Maka yang pantas bagi kalian adalah kalian sejalan dengan segala takdir-takdirNya, baik yang menyenangkan ataupun yang menyusahkan kalian.
DAFTAR PUSTAKA
Soemanto, Watsy. 2006. Psikologi Pendidikan. Cet V. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Bahreisy, Salim dan Said Bahreisy. Terjemah singkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid 5. PT. Bina Ilmu Surabaya.
Roqib, Muhammad dan Nurfuadi. 2009. Kepribadian Guru. STAIN Purwokerto Press. Al Utsimin, Muhammad bin Shalih. 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar